Minggu, 08 November 2009

Sejarah Televisi

Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Kencana,2005 Jakarta

Suatu hari di tahun 1992, seorang remaja berusia 15 tahun, Philo Farnsworth mengemudikan sebuah traktor maju mundur mengikuti alur yang ada di sebuah lading di Idaho,AS. Gambar yang dihasilkan menginspirasi Farnsworth untuk menciptakan serangkaian gambar elektronik sebagaimana dalam alur ladang. Pada tahun 1927 Farrnsworth dan AT&T mendemosntrasikan penemuan televisi di hadapan publik. Sejak saat itu, televisi menjadi media massa.
Pertanyaan yang kemudian menarik untuk dielaborasi adalah: “Kapan pertama kali penyiaran televisi diadakan?” jawaban atas pertanyaan tersebut akan sangat realtif dan terkait bagaimana kita mendefiniskan televisi, penyiaran dan pertama. Televisi tidak ditemkan oleh satu orang, namun atas penemuan berbagai orang baik yang bekerja sendiri atau dalam tim. Straubhaard (2002;229) misalnya mengatakan bahwa penyiaran televisi pertama dilakukan oleh Charles Jenkins (AS) dan John Logie Baird ketika mereka beekrja secara terpisah untuk melakukan uji coba transmisi siaran pada tahun 1925.
Penyiaran televisi ke rumah pertama dilakukan pada tahun 1928 secara terbatas ke rumah tiga orang eksekutif General Electric, menggunakan alat yang sangat sederhana. Sedangkan penyiaran televisi secara elektrik pertama kali dilakukan pada tahun 1936 oleh British Broadcasting Corporation. Sedangkan di Jerman penyiaran TV pertama kali terjadi pada tanggal 11 Mei 1939. Stasiun televisi itu kemudian diberi nama Nipko, sebagai penghargaan terhadap Paul Nipko, ilmuwan terkenal Jerman dan salah penemu alat televisi.
Penyiaran televisi pertama kali di AS sendiri baru dilakukan pada tahun 1939 secara berlangganan oleh NBC dan CBS. Baik NBC dan CBS sama memulai penyiaran secara komersial. Hal ini berbeda dengan perkembangan TV di Indonesia, dimana penyiaran dimulai dari TV public (TVRI), baru kemudian diikuti oleh stasiun TV komersial (dengan munculnya RCTI). NBC memulai uji coba penyiaran pada bulan April 1935, dari atas gedung Empire State Building. Sementara CBS baru pada tahun1937 mengalokasikan dana US$2 juta untuk melakukan uji coba system TV, dan berhasil melakukan siaran public pada tahun 1939.
Perkembangan televisi terhambat selama Perang Dunia II, karena bahan baku komponen pesawat televisi dialokasikan ke industri alat perang. Setelah perang selesai pada tahun 1945, penyiaran televisi kembali menggeliat. Ketika itu AT&T menemukan teknologi baru penyiaran jaringan televiasi dengan kabel coaxical dengan menu utama seputar olahraga.
Pada tahun 1948 telah ada satu juga set televisi di AS dengan stasiun mencapai 50 buah. Atas pertimbangan banyaknya jumlah stasiun televisi FCC (Federal Communication Comision) lalu menghentikan izin operasional stasiun baru. Setelah frekuensi ditata ulang, FCC kembali mengizinkan operasionalisasi siaran stasiun baru. Stasiun TV pun melonjak menjadi 108 buah empat tahun setelah pembekuan. Jumlah pesawat televisi juga meroket hingga mencapai 15 juta pada tahun 1952.
Perkembangan televisi
Usulan untuk memperkenalkan televisi muncul jauh di tahun 1953, dari sebuah bagian Departemen Penerangan, didorog oleh perusahaan-perusahaan AS, Inggris, Jerman, Jepang, yang berlomba-lomba menjual hardware-nya. Menjelang Asian Games ke-4 di Jakarta pada 1962, Soekarno dan cabinet akhirnya yakin akan perlunya televisi, dengan alasan reputasi internasional Indonesia tergantung pada Pekan Olahraga yang disiarkan, terutama ke Jepang (yang telah memiliki televisi sejak awal 1950-an).
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah kordinasi urusan proyek Asean Games IV. TAnggal 25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T). satu tahun sebelum Sk Menpen tersebut, sebenarnya telah ada ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960, yang dalam Bab I lampiran A dinyatakan pentingnya pembangunan siara televisi untuk kepentingan pendidikan nasional (Dirjen RTF,1995:88).
Pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menpen Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi (saat itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan agenda utama: (1) membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang);(2) membangun dua pemancar; 100 watt dan 10 Kw dengan tower 80 meter; dan (3) mempersiapkan software (program) serta tenaga.
Siaran televisi dimulai dengan ahli dan peraatan Jepang serta latihan daripada ahli Ingris di bawah Organizing Committee Asian Games ke-4. Tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT Prolamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka Jakarta, dengan pemancar cadangan berkekuata 100 watt. Tanggal 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno. Indonesia menjadi negara keempat di Asia yang memiliki siaran televisi, setelah Jepang, Filipina, dan Thailand (Panjaitan,1999:3)
Selanjutnya pada tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No.215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI. Pada Bab I Pasal 3 Kepres tersebut dikatakan bahwa Yayasan TVRI merupakan pengelola tunggal pertelevisian di seluruh Indonesia. Sementara Pasal 4 dan Pasal 5 menjelaskan bahwa, “keberadaan TVRI ditujukan sebagai alat hubung masyarakat dalam melaksanakan pembangunan mental, khususnya manusia sosialis Indonesia”.
Untuk melaksanakan misi TVRI, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppress No.218 Tahun 1963 tentang Pemungutan Sumbangan Iuran untuk Membantu Pembayaran Yayasan TVRI sebagai pelengkap Keppres No.215 Tahun 1963. dengan ketentuan ini, setiap pemilik pesawat televisi di seluruh wilayah Indonesia wajib mendaftarkan pesawatnya di kantor TVRI Kompleks Gelora Bung Karno, sebesar Rp 300,- tiap pesawat. Sedangkan untuk pesawat penerima televisi digunakan oleh dan untuk instansi yang berwenang menyelenggarakan siaran televisi atau menyediakan televisi umum serta pesawat televisi yang merupakan barang dagangan, tidak terkena wajib iuran tersebut.
Pemerintah lalu mengeluarkan Keputusan Menteri Penerangan No.121/Kep/ Menpen/1969 yang mengatakan bahwa apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan iuran, pesawat televisi dikenai denda sebesar 25% dari total iuran yang harus dibayar. Apabila terjadi penunggakan selama tiga bulan secara berturut-turut maka pesawat televisi disegel, atau bahkan pesawat televisi dapat disita pihak berwenang (lihat Panjaitan,1999:88).
Tahun 1963 TVRI mulai merintis pembangunan stasiun daerah, yang dimulai dengan Stasiun Yogyakarta. Stasiun bari ini mulai siaran pada akhir tahun 1964. segera setelah itu, TVRI berturut-turut mendirikan Stasiun Medan, Surabaya, Makasar, Manado, dan Denpasar.
Tahun 1974, TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tata kerja Departemen Penerangan, yang diberi status Direktorat, langsung bertanggung jawab pada Direktur Jenderal Radio, TV dan Film Departemen Penerangan RI. Sebagai alat komunikasi pemerintah, tugas TVRI adalah untuk menyampaikan policy pemerintah kepada rakyat. Satu tahun kemudian, dikeluarkan SK Menpen No.55 Bahan Siaran/KEP/Menpen/1975, TVRI memiliki status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI juga sebagai Direktorat Televisi, sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen perkantoran/ birokrasi.
Memasuki tahun 1975, selain berstatus sebagai yayasan, TVRI juga ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Penerangan dengan diterbitkannya Sk Menteri Penerangan No.55B Tahun 1975, yang kemudian diperbarui oleh SK menpen No.230A tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Penerangan yang di dalamnya mengatur Direktorat Televisi yakni di bawah Direktorat Jenderal RTF.
Pada 1976, Indonesia meluncurkan sebuah satelit siaran domestic Palapa, diikuti pada 1983 dengan Satelit Palapa B2. teknologinya memang Amerika, namun nama satelitnya merupakan symbol Jawa, atau tepatnya diambil dari sumpah Gajah Mada, Mahapatih Kerajaan Majapahit Abad XIV di Jawa Tengah. Satu tahun setelah peluncuran Palapa I, secara bertahap di beberapa ibu kota provinsi dibentuklah stasiun-stasiun produsi keliling atau SPK, yang berfungsi sebagai perwakilan di daerah, bertugas memproduksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan disiarkan melalui TVRI Stasiun Pusat Jakarta. Di samping itu, TVRI kemudian menjadikan stasiun daerah menjadi stasiun relai dari TVRI Jakarta.
Jika dibuat periodisasi perkembangan TVRI, maka paling sedikit kita bisa membagi menjadi tiga. Pertama, era 1962 sampai 1975. TVRI yang terlahir secara formal 24 Agustus 1962, ditetapkan badan hukumnya sebagai Yayaan melalui Keppres RI No.215/1963 pada 20 Oktober 1963. kedua, status hokum era 1975 hingga 1999. TVRI pada periode ini memiliki dua peran, yakni sebagai yayasan dan juga sebagai Unit Pelaksana Tekhnis Departemen Penerangan. Ketiga, era reformasi. Setelah beberapa waktu statusnya mengambang seiring dengan dilikuidasinya Deppen, berdasarkan SK Presiden RI No.335/M/1999 tentang Pembentukan Kabinet PErsatuan Nasional.
Likuidasi Departemen Penerangan berimplikasi pada ketidakjelasan status TVRI. Betul bahwa melalui PP No.153 Tahun 1999 pemerintah menetapkan Badan Informasi dan Komunikasi Nasional sebagai pengganti Deppen, tetapi tidak termasuk dalam asset BIKN. Kondisi ketidakjelasan status hokum TVRI tersebut kemudian diatasi dengan dikeluarkannya PP No.36 Tahun 2000. dalam regulasi yang dikeluarkan pada tanggal 7 Juni 2000 tersebut dikatakan bahwa TVRI berbadan hukum Perusahaan Jawatan (Perjan).
Terhitung 15 April 2003, pemerintah lalu mengalihkan badan hukum TVRI menjadi perseroan (Sinar Harapan,16/04/03). Penandatangan akta pendirian dan anggaran dasar PT TVRI ini mempertegas PP No.9 Tahun 2000 yang hakikatnya merupakan izin prinsip mengenai pengalihan status dari Perusahaan Jawatan ke Perseroan Terbatas. Badan hokum terakhir, memungkinkan menempatkan orientasi TVRI lebih pada raah komersial, walaupun terbukti bahwa hingga tulisan ini disusun perolehan iklan TVRI sangat kecil bila dibandingkan dengan stasiun swasta.
Televisi Swasta
Runtuhnya monopoli televise oleh pemerintah seperti di Indonesia merupakan tren internasional pada 190-an, seperti juga terjadi di Malaysia dan kemudian di Singapura (Sen& Hill, 2000:129)
Pada November 1988 RCTI, televisi swasta pertama di Indonesia, mulai dengan suatu masa percobaan TV-bayar (pay-television) di Jakarta. Stasiun swasta ini adalah milik Bambang Trihatmojo, dari kelompok bisnis Bimantara. RCTI melakukan siaran setelah mengantongi izin prinsip dari Departemen Penerangan c.q. Direktur Televisi/ Direktur Yayasan TVRI tanggal 28 Oktober 1987 No.557/DIR/TV/1987 untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan Siaran Saluran Terbatas (SST) dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Dalam peraturan tersebut, disepakati bahwa jangka waktu pelaksanaan SST adalah 20 tahun, dengan wilayah jangkauan di Jakarta dan sekitarnya. SST tidak diperkenankan melaksanakan siaran warta berita sendiri, tapi wajib merelai siaran berita TVRI serta siaran-siaran resmi pemerintah. Untuk tahap pertama, waktu siaran SST maksimum 18 jam per hari. Pada tahun 1990/1991, RCTI mengudara selama 12 jam per hari, sebanyak 12% di antaranya merupakan acara produksi nasional.
Untuk mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan siaran seiring dengan munculnya stasiun swasta, maka dibentuk Komisi Penyiaran, beranggotakan unsure-unsur RCTI dan TVRI (Panjaitan,1999:25). Komisi ini selanjutnya mentapkan bahwa pola acara RCTI adlah 10% untuk siaran berita pemerintah, 20% untuk siaran pendidikan, agama, dan kebudayaan, 55% untuk siaran hiburan dan olahraga, sisanya 15% untuk siaran niaga. RCTI juga diberi kewajiban memberikan 12,5% pendapatan iklan kepada Yayasan TVRI.
Berdasarkan izin prinsip Dirjen RTF No.1271D Tahun 1990, RCTI Jakarta diizinkan melakukan siaran tanpa decoder. RCTI pun berubah menjadi Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum (SPTSU), dengan jam siaran tak terbatas. Dalam peraturan baru tersebut, jumlah siaran iklan ditetapkan menjadi 20% total siaran.
Satu tahun kemudian, RCTI diperbolehkan menggunakan menggunakan Satelit Palapa dengan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa B2P, sehingga pemilik antenna parabola di seluruh Indonesia dapat menyaksikan siaran RCTI Jakarta dengan jelas. Berdasarkan izin prinsip dari Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF No.205 Tahun 1993 tentang izin siaran nasional, RCTI kemudian diperbolehkan menyelenggarakan siaran nasional dengan ketentuan siaran nasional RCTI berkedudukan di Jakarta.
Perkembangan RCTI dan semakin besarnya peluan bisnis di televise mendorong pendirian stasiun swasta lain. Pada 1989, setelah keluar izin prinsip Departemen Penerangan c.q. Dierjen RTF No.206/RTF/K/I/1993, Surya Citra Televisi (SCTV) yang merupakan televise swasta kedua mengudara dari Surabaya. 80% saham perusahaan dikontrol oleh Henri Pribadi, seorang pengusaha etnis China yang memiliki hubungan dekat dengan saudara Soeharto, Sudwikatmono. Sudwikatmono sendiri memiliki 20%, saham sisanya.
Dua tahun setelah SCTV, berdiri Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang mulai beroperasi pada Desember 1990, dengan menyewa fasilitas transmisi TVRI. TPI mendapat izin prinsip dari Departemen Penerangan c.q. Dierjen RTF No.17B/RTF/K/VIII/1990. pengoperasian TPI iresmikan oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1991 di studio XII TVRI stasiun Jakarta Pusat. Mula-mula TPI hanya melakukan siaran pagi selama 4,5 jam. Sebagai tambahan atas kurikulum sekolah dan perguruan tinggi, namun dengan cepat TPI menambah jam siaeran menjadi 8 jam sehari, dengan hanya 38% bermuatan pendidikan. Anak perempuan Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) memiliki sebagian besar saham TPI.
Profil TPI yang dinyatakan sebagai televise pendidikan dan dijalankan oleh organisasi yang katanya non-profit, memungkinkannya menggunakan fasilitas TVRI. Ini berarti TPI daopat melakukan siaran secara nasional, sementara dua saluran televise swasta yang lain, RCTI dan SCTV, pada awalnya dibatasi hanya wilayah Jakarta dan Surabaya saja. Dalam waktu satu tahun siaran, penghasilan iklan TPI telah mengalahkan RCTI. Pada 1993, deregulasi lebih lanjut memungkinkan seluruh stasiun televise swasta melakukan siaran ke seluruh Indonesia melalui Satelit Palapa, sehingga dapat diterima dengan antenna parabola di seluruh negeri dan di luar negeri. Komposisi kepemilikan saham RCTI dan TPI mengalami perubahan dengan masuknya perusahaan Bhakti Investama sebagai salah satu pemilik modal (lihat Kompas, 4 Agustus 2004).
Dua stasiun nasional kemudian menyusul muncul; Anteve dengan izin Departemen Penerangan c.q. Dierjen RTF No.207/RTF/K/I/1993 (mulai siaran pada tahun yang sama). Tahun yang sala Departemen Penerangan mengeluarkan izin prinsip bagi Indosiar melalui izin prinsip No.208/RTF/K/I/1993. indosiar mulai siaran 1995. Indosiar adalah bagian dari Salim group, salah satu konglomerat etnis China terbesar yang dipimpin oleh Lim Sioe Liong, sahabat lama Presiden Soeharto. Anteve (Andalas Televisi), tadinya akan dibatasi di Sumatera Barat sesuai izin awalnya, namun pada kenyataannya, seperti stasiun lainnya, Anteve bersiaran dari Jakarta. Anteve sebagian dimiliki Bakri Group dan sebagian lagi oleh Agung Laksono.

Tidak ada komentar: