Rabu, 26 Maret 2008

Wanita, Kenali Bahasa Anda!

“Semakin kenal aku seorang wanita, semakin tak mengertilah aku akan dia”, begitu ujar Shakespeare melihat sosok wanita."

Ya, wanita ternyata menyimpan sisi yang lain dari segi bahasa. Mereka, secara tak sadar menggunakan bahasa yang menjadi pakem mereka. Walhasil, kaum pria menganggap kalau wanita adalah makhluk yang misterius. Seperti anggapan Shakespeare tadi.

Secara mendasar, antara wanita dan pria memang berbeda dari segi fisik. Seperti yang diutarakan Dr. Deddy Mulyana dalam bukunya berjudul Nuansa-nuansa Komunikasi. Pada waktu lahir, bayi laki-laki lebih berat daripada bayi perempuan. Pria memiliki lebih banyak kadar air dalam tubuhnya daripada wanita. Kalau pria berkisar 60-70%, maka wanita hanya 50-60%. Itulah sebabnya, pria lebih mampu mencairkan minuman keras dan pengaruhnya. Pria memiliki kecenderungan buta warna, sementara wanita tidak.

Dari segi biologis, pria ternyata lebih agresif daripada wanita. Hal ini disebabkan karena pria memiliki hormon testosteron. Wanita memiliki struktur otak yang berbeda sehingga mereka lebih unggul secara verbal. Karenanya, wanita lebih berbakat dalam bidang bahasa dan pria dalam matematika dan ilmu ukur.

Adalah Robin Lakoff (1975) mengemukakan bahwa ternyata wanita memiliki bahasa yang secara tak sadar terbentuk. Hal ini disebabkan adanya stereotip yang dibentuk wanita itu sendiri. Misalnya saja, wanita berbicara lebih sopan daripada pria dan pembicaraan kaum wanita biasanya tidak tegas. Wanita juga dinilai lebih sering bergosip daripada pria, bertele-tele, lebih emosional, dan terperinci.

Dari penelitian Lakoff di Amerika, tercatat beberapa ciri bahasa wanita yang muncul akibat stereotip tadi. Wanita memiliki kosakata khusus yang berkaitan dengan minat mereka. Misalnya saja, wanita lebih mengembangkan nama-nama warna dibandingkan pria. Muncullah nama-nama warna yang lain dari wanita seperti magenta, puce, atau teal. Wanita juga memiliki kata-kata yang dianggap hambar, seperti lovely, sweet, cute, atau charming. Wanita sering menggunakan kata-kata penguat, misalnya so, very,dsb. Wanita juga dianggap kurang memiliki rasa humor. Mereka dirasa kurang pandai melucu dan sering tidak paham arti lelucon yang disampaikan pria.

Beberapa penelitian sesudahnya ternyata membenarkan penelitian Lakoff. Misalnya Julie McMillan (1977) meneliti berbagai kelompok orang yang masing-masing terdiri dari lima hingga tujuh orang. Ternyata, semua kelompok wanita menggunakan kata-kata penguat seperti very dan so, sebanyak enam kali lebih banyak daripada pria. McMillan juga menemukan, bahwa dalam situasi komunikasi yang sebenarnya, wanita memakai tag questions (kalimat ekor tanya) tiga kali lebih banyak daripada pria.

Penelitian lain juga melaporkan efek bahasa wanita yang digunakan dalam ruang pengadilan. Penelitian itu menunjukkan penggunaan bahasa wanita (terlepas dari apakah digunakan wanita atau pria) secara konsisten menghasilkan reaksi-reaksi yang merugikan. Ketika bahasa wanita digunakan, pembicaraannya dinilai kurang jujur, kurang cakap, dan kurang cerdas. Namun, penelitian itu memperlihatkan bahwa adapula pria yang menggunakan bahasa wanita dan ada wanita yang tidak menggunakannya sama sekali.

Peneliti lain, yaitu Patricia Bradley (1981) juga menemukan bahwa penggunaan kata atau frase yang melemahkan kata dan frase lain, serta tag questions, menimbulkan efek yang merugikan dalam kelompok (diskusi) kecil bila strategi-strategi linguistik itu digunakan wanita. Dalam hal manajerial, menurut Baird dan Bradley (1979), kalau pria dipersepsi lebih dominan, cepat menantang orang lain, dan mengarahkan jalannya percakapan. Sedangkan wanita lebih unggul dalam menunjukkan kepedulian dan perhatian pada orang lain.

Adapula peneliti yang menemukan bahwa wanita lebih unggul daripada pria dalam mengekspresikan ketakutan, kecintaan, kemarahan, dan kebahagiaan. Buck (1974) menemukan bahwa wanita dewasa menampilkan wajah lebih ekspresif dan merupakan komunikator nonverbal yang lebih cermat. Selain itu, wanita juga lebih banyak melakukan kontak mata. Tetapi karena keseringan pengiriman pesan no-verbal itu, akhirnya wanita dianggap emosional dan kurang mampu mengendalikan diri. Disamping itu, perilaku wanita dianggap sering menyetujui diam-diam aau bahkan submisif. Misalnya, wanita lebih merendahkan pandangan mata, memiringkan kepala, menunjukkan postur yang kaku, dan mengalah pada invasi ruang yang dilakukan pria.

Untuk wanita Indonesia sendiri, sebenarnya tidak jauh beda dengan perilaku bahasa wanita di Amerika. Berdasarkan kerangka bahasa wanita yang dipaparkan Lakoff, dapat ditemui bberapa hal berikut ini.

Wanita memiliki kosakata tertentu mengenai warna, misalnya nila, salem, marun, tosca, dan kata-kata sifat tertentu seperti mungil, indah, lucu, elok. Sedangkan pria, mungkin lebih banyak menggunakan kata-kata jorok. Wanita Indonesia juga senang menggunakan kalimat ekor tanya, misalnya, “Ia tampan, kan?”. Mereka juga senang menggunakan kata-kata penguat seperti; begitu, demikian, sangat, sungguh, atau seperti. Adapula kata-kata atau frase yang melemahkan kata atau frase lain yang juga mereka digunakan. Misalnya; mungkin, saya kira, anda tahu, dsb. Tak ketinggalan pula frase-frase yang sangat sopan, misalnya: “Sudikah anda…?”, “Saya akan senang apabila anda…”,dst

Agaknya, wanita Indonesia juga lebih pandai menggunakan bahasa non verbal dan mendeteksi perilaku nonverbal orang lain. Itulah sebabnya, mengapa wanita dikatakan makhluk yang sangat peka. Selain itu, untuk wanita yang berstatus ibu, mereka akan lebih peka apabila terjadi sesuatu pada anak-anaknya. Bagaimana dengan anda?

Rentan, Perempuan Terserang Depresi!

Sebagai seorang istri, apalagi istri seorang tentara, perpindahan tugas bagi mereka adalah hal yang wajar. Tapi tanpa diketahui, tidak semua perempuan mampu menyesuaikan dirinya pada tempatnya yang baru. Hal inilah yang kemudian mampu menimbulkan distres emosional yang disebut depresi!

Bagaimana seandainya, jika lingkungan awalnya, seorang ibu rumah tangga penuh dan mengikti segala aktivitas kegiatan PKK (dalam hal ini Persit) dan punya waktu untuk beraktivitas lainnya. Kemudian, setelah pindah di kota kecil, si ibu tadi benar-benar tidak mampu menyesuaikan kesenangannya dengan lingkungan yang baru. Rutinitas yang statis pun harus menjadi bagian dari hari-harinya. Ia merasa tidak memiliki kesempatan mengintegrasikan kebutuhan pribadinya dengan aktivitas yang dilakukannya sebagai ibu rumah tangga. Keadaan ini membuat akhirnya dapat mengakibatkan depresi, dan depresi merupakan penghayatan emosional yang biasa dihadapi perempuan.

Peluang perempuan dilanda depresi memang dua kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Pengalaman ketidakberdayaan merupakan kondisi di mana seseorang merasa tidak pernah mendapat penghargaan dari apa yang dia lakukan dalam keseharian. Teradang kita merasa kurang mendapat kepuasan dari lingkungan, serta kurang mendapat penguat positif. Akhirnya, kita pun merasa diri kurang hadir karena apa yang dilakukan hanya terkait dengan peran tradisional perempuan. Misalnya, menyediakan sarapan untuk suami dan anak-anak, mengurus kebersihan rumah, memasak, mencuci piring, dan sebagainya.

Menurut Martin Seligman, peneliti dan psikolog, apabila seorang perempuan merasa tidak memberi pengaruh apa pun pada lingkungannya, perempuan itu akan mengembangkan perasaan apa yang dilakukan tidak berarti apa pun. Bila perasaan ini menetap, maka hasilnya adalah perasaan depresi berlanjut. Misalnya saja, seorang perempuan merasa mentok karena kariernya terhambat diskriminasi jenis kelamin. Ia akan merasa tidak suatu hal pun dapat dilakukan untuk memperoleh kesempatan promosi. Ia akan menderita depresi. Bila ia telah beberapa kali mengalami kegagalan pada masa lalunya, perasaan depresi akan dihayati menyeluruh dan mungkin berkembang ke arah sikap pesimis terhadap efektivitas setiap hal yang dia lakukan.

Apabila ini berkembang, maka ia dipastikan akan merasa depresi. Biasanya keadaan ini akan diikuti perasaan “daripada mencoba sesuatu yang baru, ia akan memutuskan untuk tidak melakukan apa pun”. Masalah yang ada sebenarnya, seorang perempuan mengamati dirinya sebagai seseorang yang tidak memiliki kemampuan mengendalikan apa yang terjadi dalam dirinya saat itu yang membuatnya terdorong ke arah kondisi depresi.

Yang menyedihkan adalah, janda yang ditinggal mati atau cerai yang berada dalam lingkungan masyarakat luas, cenderung menemukan dirinya berada dalam keadaan depresi. Banyak perempuan yang hidup pada masa sebelum tahun 1970-an atau kini pun yang menghadapi kenyataan tersebut. Yaitu dalam peran sebagai ibu rumah tangga, seorang istri menumpahkan seluruh perhatiannya untuk mengurus rumah tangga. Sementara itu, suami tidak merasa, bahkan tidak menyadari, apa yang mereka peroleh dari keberadaan istri dan usaha istri yang selama ini menumpahkan perhatian kepadanya.

Perempuan setelah menikah, cenderung menyerahkan kekuatan dasarnya sendiri. Perempuan seperti ini sering rela mengabaikan latar belakang pendidikannya untuk mendukung pendidikan suami dengan harapan, suaminya akan membalas budi. Namun, bila di kemudian hari perempuan ini justru kecewa dalam perkawinannya, maka kenyataan yang dia hadapi adalah mendapati dirinya tanpa pekerjaan dan tidak berdaya menghidupi diri sendiri. Serta-merta mereka akan menderita depresi berat.

Pada artikel Aaron Beck berjudul depresi pada perempuan, mengungkapkan bahwa gadis kecil mendapat penghargaan dari lingkungan karena kecantikannya dan bukan karena prestasinya. Banyak anak gadis mendapat penekanan khusus justru pada stereotip femininitasnya dalam hal kecantikan, erotisme, dan keindahan perilakunya. Bila mereka sudah memiliki semuanya, mereka dipastikan dapat meraih cita-cita untuk hidup senang dengan menikahi laki-laki kaya untuk kemudian sesuai dengan mimpinya mendapat rumah besar dengan kolam renang, punya mobil banyak, dan perhiasan berlimpah, namun bukan dari hasil kerja sendiri. Dengan perkawinan tersebut ia juga sekaligus memperoleh status sosial tertentu dan bisa saja menjadi sangat terkenal.

Untuk itu, dengan tetap mempertimbangkan kebersamaan dalam ikatan perkawinan, jadilah pribadi yang tetap berdiri atas identitas diri, oleh prestasi pribadi, demi terhindar dari depresi berlanjut di kemudian hari. Jangan pernah merasa terlalu tergantung pada suami. Karena kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan kita selanjutnya.(AST-dari berbagai sumber)

pernah dimuat di majalah citrabuana, kodam VII/Wrb

Menengok Perjokian yang Tak Pernah Mati

Oleh AF.Astrid

Taman Academos adalah sebuah cita-cita Plato yang direalisasikannya dengan sangat sederhana. Hanya mencipta tempat dimana orang-orang dapat lebih mengerti apa itu pendidikan. Plato pada waktu itu, mungkin lebih melihat potensi orang-orang cerdas yang akan mubazir kalau tidak dikumpulkan dalam satu wadah. Maka terciptalah tempat yang berlatar alam itu sebagai tempat berbagi ilmu dan menambah rasa haus akan ilmu pengetahuan itu.

Universitas, sebagai lembaga pendidikan tingkat akhir, awalnya pasti tidak jauh beda dengan model Academos. Yaitu, tempat mencipta pemikir-pemikir handal yang mampu memberikan sedikit perubahan bagi dunia. Universitas, tidak lagi digunakan sebagai tempat untuk mengajarkan norma-norma dan kesantunan, karena sekiranya hal itu sudah kita dapatkan pada bangku sekolah dasar, bahkan Taman Kanak-Kanak.

Seyogyanya, universitas memang menjadi tempat lahirnya para pemikir dan pekerja dalam artian sudah memiliki keahlian masing-masing. Dari tahun ke tahun, universitas, baik itu negeri maupun swasta tak pernah sepi oleh kurang lebih 10.000 peminat. Alasannya, salah satunya adalah adanya budaya yang sepertinya terlalu menghakimi orang-orang ‘tak bergelar’. Tentu kita semua tahu, budaya yang dicipta masyarakat membuat bahwa titel merupakan alat pendongkrak prestise keluarga di lingkungannya. Secara tidak langsung, cita-cita Plato mengalami pembiasan. Buktinya, tidak banyak ‘intelektual’ yang telah ditelorkan oleh universitas. Kebanyakan adalah para pemikir yang hanya bisa membicarakan keadaan tanpa ada gerakan riil. Adapun untuk tenaga keahlian seperti dokter,lawyer, dan sejenisnya, memang sangat menjamur tapi tak ‘laku’ semua. Itupun pada akhir mereka sarjana, tidak semua sarjana mencari kerja sesuai dengan jurusan yang dikenyamnya waktu kuliah.

Pada akhirnya, uang yang dikeluarkan para orang tua untuk membiayai kuliah anak-anaknya tidak lagi bertujuan agar anak-anaknya bisa lebih cerdas dan lebih bisa membawa keterpurukan sosial ekonomi lebih baik. Tapi, uang yang dikeluarkan mereka tidak lebih dari sekedar membeli sebuah prestise yang dinamakan gelar dan kebanggaan.

Untuk menjadi bagian dari universitas (yaitu mahasiswa) terlebih dahulu seseorang harus menempuh jalur SPMB (seleksi penerimaan mahasiswa baru) yang dulunya lebih dikenal dengan istilah UMPTN. Tentu saja karena ada perubahan niat memasuki universitas, maka segala cara pun dilakukan dalam seleksi penerimaan ini. Salah satunya adalah menggunakan jasa ‘joki’.

Sekilas Tentang Joki

Terkait dengan kesimpulan tadi, bahwa universitas dimaknai hanya sebagai pencetak kebanggaan dan prestise dengan dalih titel (untuk sebagian besar masyarakat kita), maka muncullah para ‘malaikat pembantu’ yang dipanggil joki. Dari sekitar 13.000-an pendaftar (untuk Unhas saja) perhitungan secara kasar, yang menggunakan jasa joki sekitar 5-10%.Tidak diketahui sejak kapan sistem perjokian ini muncul. Awalnya, joki hanya sebuah istilah untuk orang yang memberikan jawaban dengan masuk menjadi salah satu peserta ujian. Lambat laun, pekerjaan joki ini pun meluas. Para calon Maba, bisa menggunakan jasa joki misalnya dengan diberikan jawaban sebelumnya (kalau memang ada kasus ‘soal bocor’!). Selain itu yang marak saat ini adalah sistem joki via hp, yaitu para joki memberikan jawaban kepada calon maba yang dibantunya dengan mengirimkan sms atau langsung ditelepon.

Imbalannya tidak tanggung-tanggung. Mulai dari 1-20 juta bisa dikantongi oleh para joki dari calon Maba yang lugu ini. Harga yang begitu mahal yang mereka bayar hanya untuk mendapatkan status mahasiswa!

Sekali lagi, tidak lepas dari sistem kebudayaan kita yang masih mendewakan pangkat dan titel, calon Maba pun melakukan segala cara untuk dapat lulus ujian seleksi ini. Apapun caranya! Tapi pertanyaannya adalah mengapa perjokian ini masih saja diminati dan masih akan hidup untuk waktu yang tidak kita ketahui. Padahal kita ketahui, begitu banyak peraturan yang diciptakan untuk memperketat ujian seleksi ini. Dan tentu saja, perjokian sampai kapanpun tidak dihalalkan dalam ujian ini.

Tiap tahun memang ada saja yang ditangkap basah dengan praktek perjokian ini. Baik ‘korbannya’ sendiri bahkan sampai jokinya juga. Sistem komunikasi yang begitu murah –dengan tersedianya kartu perdana eceran- tentu saja lebih memudahkan mereka untuk tidak terlacak apabila terjadi kegagalan operasi perjokian pada calon Maba. Walaupun ada peraturan yang mengatur untuk meregistrasi nomor, toh tidak terlalu mempengaruhi kurangnya kasus-kasus penipuan. Sekitar 3-4 orang mampu ditangkap dan diamankan atas praktek perjokian ini. Tapi sayangnya, mungkin pengguna jasa joki yang ditaksir kira-kira lebih dari 100 orang itu tak bisa dibongkar sindikatnya. Permainan antara pengawas-joki-calon Maba pun terkubur seiring selesainya pelaksanaan SPMB. Lebih naif lagi, tahun lalu malah ada media yang memberitakan pelaksanaan SPMB ‘aman dan berjalan lancar’.

Para pengawas yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu (2-3 orang/ruangan) tentu tidak bisa disalahkan sepenuhnya dengan tidak tertangkapnya joki yang lain. Bukan rahasia umum lagi, kalau beberapa oknum pengawas juga terlibat atas perjokian ini. Lebih lagi, honor yang didapat para pengawas hanya sekedar uang pelepas dahaga dan rokok.

Akhirnya, lingkaran sistem perjokian ini sama sekali tidak bisa dimusnahkan. Jangan disalahkan kalau calon maba inilah yang kemudian akan meneruskan perilaku korupsi yang ada di Indonesia. Lha wong, masuknya saja sudah tidak halal!

Bimbingan Belajar pun ‘Bermain’

Adalah Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) yang menjadi pilihan utama bagi siswa untuk membantu mereka dalam meningkatkan persiapan SPMB. Untuk wilayah Makassar sendiri, sekitar sepuluh LBB telah hadir menjamur dengan beragam program. uang yang dikeluarkan pun tak tanggung-tanggung, bahkan ada yang sampai 5 juta untuk program yang disebutnya Vip. Toh, masing-masing LBB memberikan tips dan latihan untuk persiapan SPMB. Tidak hanya yang berstatus siswa, adapula yang berstatus alumni ikut menyemarakkan bimbel-bimbel.

Satu hal yang menarik, LBB selalu saja menggunakan kata ‘jaminan’ lulus pada mereka. Kalau tak lulus, uang kembali, itu pula yang mereka sebutkan. Beberapa LBB memang berusaha keras untuk meloloskan siswanya ke universitas. Selain membantu mereka dalam latihan soal-soal, ternyata adapula LBB yang membantu mereka secara langsung dalam pelaksanaan SPMB, yaitu mengirimkan jawaban. Tentu saja sebelumnya, siswa ditawari dengan kompensasi memberikan uang pelicin. Entah itu untuk menyuap pengawas atau untuk mencari orang-orang ‘pintar’ dalam membantu mereka mengerjakan soal-soal. Walaupun tidak semua jawaban yang diberikan benar 100%, tapi setidaknya sudah sedikit membantu mereka. Secara riil, ini jelas dikategorikan bagian dari perjokian. Tentu saja, gambaran perjokian sudah dilembagakan akhirnya tergambar jelas.

Lucunya, kalau pada akhirnya mereka akan dibantu dalam ruangan untuk menjawab soal-soal SPMB, lalu kenapa para siswa harus capek-capek mengikuti latihan, try out dan program tambahan untuk persiapan SPMB?! Yang jelas, bimbingan belajar ini telah menciptakan tempat dimana joki dilembagakan! Secara tidak langsung, lembaga bimbingan belajar yang terkait dengan perjokian ini telah melakukan tindak pidana penipuan baik terhadap pelaksanaan SPMB, maupun terhadap siswa-orang tua yang mempercayakan dirinya pada LBB tersebut.

Masih jelas di ingatan penulis, peristiwa tahun lalu tentang terungkapnya kasus perjokian. Sebuah nama LBB pun turut terseret. Nyatanya hari ini, LBB yang ditengarai berbisnis joki itu masih bisa memberikan janji-janji kepada calon siswanya. Tanpa ada sanksi yang jelas.

Secara teori, pendidikan menjadi alasan utama agar orang bisa lebih pintar. Tapi nyatanya, tidak semua pendidikan bisa memberi nilai lebih pada masyarakat. Adanya sistem budaya yang membuat masyarakat takut tidak mendapatkan pengakuan sosial, akhirnya telah mencoreng muka pendidikan di Indonesia ini.

Adanya komersialisasi pendidikan seperti yang pernah diungkapkan Erich Fromm sedikit mengaburkan tujuan pendidikan tadi. Begitu mahalnya biaya pendidikan, khususnya universitas membuat masyarakat menjadi lebih berpikir konservatif terhadap universitas ini. Seperti yang tadi sudah diungkapkan, membayar mahal saat ini tidak lagi ditujukan untuk mencerdaskan manusia, tapi mengangkat prestise dan memberi kebanggaan dari gelar yang didapatnya. Siapa yang dapat keluar dari jeratan budaya seperti ini, kalau bukan kita sendiri yang mengubahnya. Jadi siapkah anda?

*(pernah dimuat di Harian Fajar Makassar)

Perempuan, estilo, dan cagub sulsel

yang pertama akan saya tulis disini adalah tentang estilo. pernah dengar? ya, estilo itu salah satu produk mobil karimun yang diembeli estilo. kenapa estilo, karena kata p’subronto laras, estilo tu menggambarkan gaya, style si pengemudi…jadi kayak anak muda gitu deh….

waktu launching 1 juni 2007 lalu di Mall Panakukang Makassar, saya sempat tercengang dengan kemunculan dancer perempuan. tidak salah memang kalau memunculkan dancer pada acara launching. tak salah karena memang mereka diharapkan mampu mendiskripsikan kehadiran karimun estilo. tapi, yang sangat disayangkan, karena mereka memakai pakaian yang sangat minim…lubang tengah hampir menyerupai bikini. selain itu, beberapa adegan pun cukup seronok. mungkin tidak akan jadi masalah kalo mereka menari di pub atau di diskotik.

tapi, ini kan mall!!!! bukan hanya usia dewasa ke atas, tapi anak-anak kecil juga….

lebih memiriskan lagi, karena salah satu orang nomor satu-nya sulsel yang digadang menjadi calon gubernur, menonton tarian itu sambil tersenyum dan tak berkedip sedikitpun…..

kenapa tidak ada langkah untuk menyetop acara. yah, walaupun pada penampilan kedua mereka, pakaiannya sudah agak sopan….tapi tetap juga tak ada artinya, kalo tarian seronok sebelumnya sudah terekam di kepala bocah-bocah polos itu……

Pilkada sulsel

alhamdulilah, akhirnya pilkada sulsel berakhir juga

yang unggul, sampai saat perhitungan terakhir KPU Sulsel adalah Syahrul Yasin Limpo

Sekedar mengupload nih, waktu tanggal 1 nopember 2007,kamis. KPU Propinsi Sulsel kerjasama AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Makassar menggelar Debat Kandidat pasangan calon yang dipanel dengan 6 panelis dari berbagai bidang keilmuan. Ada Prof.DR.Syamsul Bachri,SH,MH yang mewakili bidang hukum, Drs.Alwy Rahman,M.Dipl,Toefl yang mewakili bidang sosial budaya, Prof.Ir.Farida Nurland,MA yang mewakili bidang pertanian, Prof.Aris Munandar yang mewakili bidang pendidikan,Dr.Marzuki DEA yang mewakili bidang ekonomi, dan dr.Muh.Akbar yang mewakili masalah kesehatan.

Debat kandidat yang dimoderatori Canny Watae cukup berjalan dengan aman. Walaupun sempat juga bersitegang antara panitia dengan para tim sukses karena sebagian dari mereka ingin masuk. Padahal tiap calon sudah diberi undangan masing-masing untuk tim suksesnya. Maklumlah, soalnya ruangan terbatas makanya kita gunakan undangan sebagai bukti hadir….

Ponsel Pun Jadi Sumber Penyakit!

Semakin berkembangannya teknologi ternyata tidak selamanya berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat. Contohnya saja penggunaan ponsel, walaupun memudahkan dalam hal komunikasi, disisi lain, bisa jadi sumber penyakit.

Sejak beberapa bulan belakangan ini, Asriyanti sering merasa sakit kepala. Bahkan biasanya dibarengi dengan rasa mual. Hal ini pun membuat Yanti mengira-ngira apa yang terjadi padanya. Dia pun langsung mengklaim bahwa ponsel yang ia gunakan bisa saja menjadi sumber masalah derita yang dialaminya. Pasalnya, dia pernah mendengar bahwa radiasi yang dipancarkan oleh ponsel memang bisa mempengaruhi kondisi tubuh bahkan sampai menyebabkan kanker otak!

Walaupun dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa quantum energi yang ditimbulkan oleh radiasi elektromagnetik ponsel, secara kuantitas relatif masih kecil. Hanya berkisar seper sejuta elektron Volts. Namun, kalau jarak sumber radiasi dengan materi, yaitu jarak antara pesawat ponsel dengan kepala (khususnya telinga) diperhitungkan, maka dampak radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh ponsel tidak boleh diabaikan begitu saja. Hal ini ditambah lagi dengan intensitas radiasi elektromagnetik yang diterima oleh materi (kepala khusus bagian telinga), akan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Artinya makin dekat dengan sumber radiasi (ponsel) akan makin besar radiasi yang diterima. Persoalan akan lebih menarik lagi, kalau waktu kontak atau waktu berbicara melalui ponsel diperhitungkan, maka akumulasi dampak radiasi akibat pemakaian ponsel perlu dicermati lebih jauh lagi.

Suatu penelitian yang pada saat ini sedang dilakukan di Universitas Lund (Swedia) menunjukkan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh ponsel dapat mempengaruhi fungsi enzim dan protein. Penelitian yang dilakukan terhadap tikus percobaan menunjukkan adanya perubahan biokimia dalam darah tikus, yaitu terjadinya perubahan protein albumin yang berfungsi dalam memasok aliran darah ke otak. Professor Leif Salford seorang peneliti masalah dampak pemakaian ponsel terhadap kesehatan, mengatakan bahwa gelombang mikro yang keluar dari ponsel dapat memicu timbulnya penyakit “alzheimer” atau kepikunan lebih awal dari usia semestinya. Alzheimer adalah salah satu penyakit yang menyebabkan menurunnya kemampuan berfikir serta kemampuan mengingat-ingat atau memori, sehingga gejala penyakit alzheimer mirip dengan orang tua yang pikun. Selain itu,menurut para ahli, untuk waktu kontak yang cukup lama, ada kemungkinan terjadi sterilisasi terhadap organ reproduksi. Kecenderungan ini lebih berdampak pada wanita, yaitu dapat mengurangi kesuburan produksinya. Untuk itu, sebaiknya para wanita bisa mengurangi penggunaan ponselnya.

Untuk mengetahui besar gelombang elektromagnetik yang dipancarkan ponsel,
Federal Communication Comission (FCC) Amerika telah menguji tingkat radiasi
yang dipancarkan beberapa ponsel. Kekuatan radiasi ponsel yang diterima otak
atau yang dinamakan SAR (Specific Absorption Rate) diukur dalam satuan

watt/kg. Badan ini menetapkan bahwa semua ponsel yang memancarkan radiasi
diatas 1.6 watt/kg dilarang utk diproduksi (dilarang masuk di Amerika-Red).
Sebenarnya semua ponsel yang beredar masih bisa dikategorikan “aman” karena
tingkat SAR-nya masih dibawah 1.6 watt/kg. Meskipun demikian ada beberapa orang yang merasa agak pusing atau telinganya panas setelah menggunakan ponsel yang tergolong “aman” itu. Jadi sebetulnya, ponsel yang betul-betul aman adalah yang tingkat radiasinya dibawah 1 watt/kg. Di Indonesia sendiri jumlah ponsel sudah mencapai hampir sembilan juta buah sehingga potensi bahaya sekecil apa pun menjadi cukup signifikan untuk dicermati.
Kekhawatiran terhadap adanya radiasi elektromagnetik yang dikeluarkan oleh ponsel, ternyata telah dimanfaatkan secara psikologis oleh produsen peralatan proteksi radiasi yang ditimbulakan oleh ponsel. Pada saat ini memang telah diperdagangkan suatu alat yang dikatakan dapat memproteksi radiasi yang ditimbulkan oleh ponsel, terutama yang katanya dapat menembus dan mempengaruhi jaringan otak manusia. Seberapa jauh efektifitas alat proteksi radiasi yang ditimbulkan oleh pemakaian ponsel, sejauh ini masih perlu diteliti kebenarannya. Namun yang jelas, dampak psikologis terhadap kemungkinan adanya pengaruh radiasi elektromagnetik yang dikeluarkan oleh ponsel, telah dimanfaatkan oleh para pedagang untuk menjual peralatan proteksi tersebut. Peralatan proteksi radiasi tersebut ada yang berlabel buatan Amerika dan berbentuk cincin yang menurut “petunjukknya” harus ditempelkan pada bagian telinga agar radiasi elektromagnetik dari ponsel tidak sampai ke jaringan otak. Harga yang ditawarkan untuk peralatan proteksi radiasi tersebut berkisar Rp 25.000,- per buah. Ada juga peralatan lain yang dikatakan sebagai reduktor radiasi elektromagnetik ponsel berupa loudspeaker telinga yang dilengkapi dengan extension kabel atau lebih populer dengan sebutan alat “hands free”. Dengan alat hands free ini orang dapat berkomunikasi via ponsel tanpa memegang ponsel. Harga peralatan jenis terakhir ini ditawarkan dengan harga bervariasi antara Rp. 50.000 – Rp. 80.000,- tergantung dari jenis / merk ponselnya. Alat ini agaknya masih dekat denga tubuh karena pada umumnya dimasukkan ke dalam saku baju. Namun sekali lagi, seberapa jauh efektifitas peralatan proteksi radiasi elektromagnetik tersebut, kiranya masih perlu diteliti lebih lanjut.

Tentu saja, adanya dampak-dampak pada kesehatan manusia dari penggunaan ponsel tidak membuat perusahaan ponsel berhenti begitu saja. Malah, para produsen telah mengeluarkan produk-priduk baru secara kontinu. Toh, sampai hari ini, penggunaan ponsel pun semakin marak Asalkan hati-hati saja dalam penggunaannya.

Makassar Tergenang Lagi

Fajaronline(2/3/8)-

MAKASSAR — Setelah diguyur hujan selama dua jam, sejumlah ruas jalan di Makassar terendam air. Kondisi ini membuat arus lalu lintas di beberapa jalan, seperti perempatan Jl Urip Sumoharjo dengan Jl AP Perttarani mengalami macet.Jalan lain yang terendam air terjadi di Jl Emmy Saelan, Jl Samping Lembaga, Jl Raya Pendidikan, Jalan AP Pettarani, serta ruas jalan lainnya. Genangan air juga terlihat di Jl Landak Baru, Jl Veteran Selatan, Jl Anuang banjir, dan Jl Lanto Dg Pasewang.

Tak hanya itu, genangan juga terjadi di sekitar Jl Dg Regge, Jl Sulawesi, Jalan Irian, dan daerah sekitarnya.
Kondisi yang terparah terlihat di daerah sekitar Goro, Hertasning, dan Kompleks RS Islam Faisal. Dari pantauan Fajar, sekira pukul 18.00 Wita, kondisi di daerah Jalan Mapala, Goro, dan Kompleks Pemda mengalami genangan yang cukup parah, di atas lutut orang dewasa.

Akibat ketinggian air ini, beberapa kendaraan seperti mobil dan motor tidak dapat melaluinya. Kendaraan yang memaksa lewat, menjadi macet. Selain itu, saluran air selebar satu meter yang berada di sekitar jalan ini juga penuh digenangi air.

Benahi Drainase

Pemerintah kota Makassar harus segera membenahi drainase. Hanya itu satu-satunya solusi untuk menghindarkan wilayah ini dari banjir yang terjadi secara rutin setiap musim hujan tiba. Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Wilayah Sulsel, Syafri, malam tadi mengatakan drainase yang ada tidak berfungsi secara maksimal. Makanya, begitu hujan turun, beberapa wilayah langsung tergenang.

“Genangan yang terjadi hari ini (kemarin, Red.) belum kiriman lho. Bayangkan, jika banjir kiriman melanda Makassar. Pasti kondisinya bakal lebih parah,” jelas Syafri. Menurut Syafri, pembangunan drainase tidak boleh lagi secara parsial. Selama ini, pengembang perumahan membangun drainase sendiri. Padahal, lanjutnya, mestinya drainase harus dibangun secara sistematis.

Selain kurang berfungsinya drainase, dosen Universitas 45 Makassar ini juga menyebut kesadaran masyarakat soal kebersihan. Masih banyak warga yang membuang sampah ke selokan dan sungai. “Ini memberi dampak luar biasa terhadap terjadinya banjir. Warga harus menghentikan kebiasaan buruk itu,” tandasnya.(die-sap)

Angkat Celana Tinggi-Tinggi



Daerah kompleks ku boleh dikata cukup tinggi. Apalagi, sekitar dua tahun lalu, depan rumah jalanannya sudah diaspal bagus. asumsinya,kalau jalanannya sudah bagus, aliran air yg mengalir akibat hujan, nantinya mengarah ke selokan dengan baik. Tapi, sabtu sore(01/03/08), hujan turun dengan cukup deras. Selang beberapa menit, air kemudian membuat genangan yang cukup besar.
Kupikir setelah hujan tak lagi menggila, airnya akan surut.Tapi, setelah setengah jam turun,ternyata genangan itu malah menjadi banjir. Badan jalan dan selokan seakan bersatu dalam alur air.Banjir kali ini mungkin parah. Karena selama musim hujan ini,daerah kompleks Unhas Baraya tak pernah sebanjir ini. Kalau rumahku saja bisa kebanjiran seperti itu,bisa jadi daerah lain yang menjadi langganan banjir akan lebih parah.
Entah, banjir hari ini menjadi yang terparah selama musim hujan ini. Tapi, hujan masih akan mengguyur kota Makassar selama sebulan lagi.

(berita terkait dari Fajar online (2/3/8)

JALIN CINTA DENGAN PACARAN?!

Kata Pacaran bagi umumnya remaja dan orang dewasa mungkin sudah nggak asing lagi. Bisa dipastikan lebih dari 50% remaja sudah pernah melakukan hubungan dalam konteks pacaran itu. Gimana sih?

Ketemu sama lawan jenis, kemudian timbul-timbul getar-getar aneh dalam dada. Besok-besok, kalo’ nggak ketemu serasa dunia mau kiamat. Itukah yang dinamakan cinta? Nggak jarang, orang pun melanjutkan perasaan cintanya itu kedalam sebuah hubungan yang berstatus pacaran. Nggak tau’ darimana asalnya istilah pacaran ini. Tapi awalnya, pacaran ini merupakan hubungan yang sekedar inginmengenal satu sama lain dengan lawan jenis. Mengenal ini pun terbatas pada masalah pribadi dan gimana si dia sebenarnya. Tapi, lambat laun, maknanya pun berubah…

Mungkin bagi kamu yang masih punya nenek, pasti sering diceritain gimana hubungan lawan jenis pada masanya dulu. Katanya nih,

Kalo orangtua jaman dulu khan jarang-jarang yah yang awalnya pacaran, biasanya dikenalin (baca dijodohin) dan dalam beberapa bulan, akhirnya menikah. jadi pacaran itu sendiri adalah penjajagan, sosialisai, belajar menghadapi konflik, menghargai perbedaan dan sebenernya proses pemahaman interaksi dengan lawan jenis. Mustinya dengan perkembangan nilainya, arti pacaran jadi lebih demokratis dan positif tapi kok malah menimbulkan banyak bencana, kayak misalnya kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dating rap, kekerasan dalam pacaran atau bahkan HIV/AIDS.

percepatan kematangan usia pubertas bisa jadi patokan kalo anak sekarang lebih cepet gedenya, naah udah sering dibahas kalo cewe yang mengalamai menarche (haid pertama) dan cowok udah mimpi basah, maka udah mengalamai dorongan seksual, yah salah satunya ketertarikan terhadap lawan jenis, keinginan untuk seneng berdekatan termasuk diperhatikan apalagi disayang. Soalnya kalo udah berdekatan susah banget ngontrol tendangan adrenalin, apalagi buat cowok yang seolah-olah sering menjadi decision maker dalam berprilaku dalam pacaran, dan terus terang ajah kadang-kadang cewek itu suka bingung untuk menolak tangan jahil cowok loh… padahal belum tentu pacar kamu seneng digerayangin, tapi sayangnya komunikasi untuk hal-hal yang kayak gini susah banget diomongin, padahal yang namanya sayang engga harus selalu melakukan hal-hal yang menjurus kearah sana khan ?? terus coba tanya sama hati kecil kamu apakah bener yang namanya sayang atau cinta berarti kamu bisa ngapa-ngapa’in pacar kamu ?? padahal pacar belum teentu atau kamu juga belum tentu jadi pasangannya kelak khan ??

Emangnya ada hubungannya dengan pacaraan yang sehat?. Tentu aja ada, kalo memang pacaran kamu dilandasi oleh rasa sayang yang tinggi dan penghargaan terhadap pasangan, otomatis kamu , nggak berani untuk melakukan atau mengajak do’i ke tempat-tempat kaya’ gitu karena nggak ada yang menjamin kamu nggak akan tergoda sebab yang namanya setan tuh ada di mana-mana.

Naah… biar lebih jelasnya gini nih. Pacaran sehat itu kan dibagi jadi tiga:

  • Sehat Secara fisik, maksudnya adalah bisa menjaga diri masih tetap utuh, nggak terjadi apa-apa sama fisik kita ( seperti robeknya selaput dara, terkena PMS, dan terjadi Kehamilan Tidak Diinginkan ). Kalo’ kamu selalu mau dan ngajak ke tempat-tempat yang rawan kecelakaan ngga’ nutup kemungkinan pacaran kamu udah ngga’ sehat secara fisik.

  • Sehat Secara Psikologis, maksudnya untuk saling mengenal saatu sama lain. Saling berbagi, bisa mengekspresikan cinta dan kasih sayang. Tapi kalo’ kamu selalu ngedate di tempat yang rawan kecelakaan, trus berakibat pada tertularnya PMS, lantas pacar kamu hamil atau terjadi KTD,otomatis hal itu akan membuat kamu dan pacar kamu stress, tertekan malu, perasaan bersalah yang terus menerus. Kalo gitu kejadiannya berati pacaran kamu udah ngga’ sehat secara psikologis.

Sehat secara Sosial, maksudnya adalah kalo’ lagi pacaran kita harus mempertimbangkan nilai-nilai yang ada di lingkungan dan masyarakat di mana kita berada. Jangan karena pacaran jadi merasa bahwa “dunia hanya milik berdua” terus kamu berpelukan dan berciuman di depan umum seperti di dalam bus, di halte, di dalam bioskop, di pantai dan melakukan HUS alias ML di dalam mobil yang bisa bikin orang lain risih melihat perilaku kamu dan pacar kamu, kalo gitu berarti gaya pacaran kamu udah ngga’ sehat secara sosial

Pada saat kamu berduaan dengan pacar kamu, hormon seksual sangat aktif dan detak jantungpun meningkat, inilah yang menjadikan kamu merasa senang dan bergairah saat deket sama pacar, karena hormon seksual meningkat maka kemudian menstimulus kamu untuk melakukan aktifitas seksual, dari pegang tangan sampai pegang-pegang yang lainnya. Bang Rockwood dan Food (1945) bilang, bahwa seorang yang jatuh cinta tidak bisa lepas dari keinginan atau dorongan untuk melakukan kontak fisik dengan pasangannya. Kedekatan fisik inilah yang ahirnya akan mengarah pada perilaku seksual pada pacaran

(nb.ini artikel saya buat waktu tahun 2003 di tabloid Arung)

Minggu, 02 Maret 2008

Menengok Sejarah Fotografi

Buat anda yang senang dipotret atau senang memotret, hobby fotografi memang memiliki tantangan tersendiri. Selain bisa menjadi seni tersendiri, tentu saja dari segi bisnis, fotografi pun sudah menjadi bagian dari pasar bisnis.


Dengan apa kita mengabadikan kenangan? Jawabnya fotografi. Apapun itu, semuanya bisa diabadikan lewat dunia fotografi. Tentu saja, karena dunia fotografi adalah dunia yang dinamis dan memiliki dimensi yang luas. Sejarahnya pun begitu panjang sampai akhirnya mencari klimaks yang tak akan berakhir, seperti kemunculan digital hari ini.

Pengetahuan bahwa citra dapat terbentuk pada sebuah permukaan dalam sebuah ruang gelap (camera obscura ) diperkirakan berasal dari Cina Kuno. Dari sinilah kemudian sekitar Tahun 1000 M, seorang pelajar berkebangsaan Arab bernama Al-Hazen menulis bahwa citra dapat dibentuk dari cahaya yang melewati sebuah lubang kecil. Sekitar 400 tahun kemudian, Leonardo da Vinci, juga menulis mengenai fenomena yang sama. Seandainya tulisan da Vinci dipublikasi, kemungkinan ia dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera. Lanjut pada tahun 1558, Battista Delta Porta, dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera melalui buku tentang Camera Obscura yang dipublikasikannya. Kemungkinan karyanya tersebut didasari pada penemuan-penemuan da Vinci. Dan pada awal abad 17 seorang ilmuan berkebangsaan Italia bernama Angelo Sala menemukan bahwa bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Bahkan saat itu, dengan komponen kimia tersebut, ia telah berhasil merekam gambar-gambar yang tak bertahan lama. Masalah yang belum bisa diatasinya ialah menghentikan proses kimia, setelah gambar-gambar terekam agar permanen. Memasuki tahun1727, Johann Heinrich Schuize, profesor farmasi dari Universitas di Jerman, juga menemukan hal yang sama pada percobaan yang tak berhubungan dengan fotografi. Ia memastikan bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena cahaya dan bukan oleh panas. Kemudian sekitar tahun 1800, seseorang yang berkebangsaan Inggris bernama Thomas Wedgwood, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra yang telah melalui lensa pada camera obscura (sekarang ini disebut kamera) tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schuize, membuat gambar-gambar negatif (sekarang ini dikenal fotogram), pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak dan menggunakan cahaya matahari sebagai penyinaran. Memasuki tahun 1824, setelah melalui berbagai proses penyempurnaan oleh berbagai orang, akhirnya pria Perancis bernama Joseph Nieephore Niepee, seorang lithograph, berhasil membuat gambar permanen pertama yang dapat disebut FOTO (tak menggunakan kamera), melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograf) dengan menggunakan sejenis aspal (yang disebutnya Bitumen of judea) sebagai bahan kimia dasarnya. Kemudian iapun mencoba menggunakan kamera ( ada sumber yang menyebutkan Niepee sebagai orang pertama yang menggunakan lensa pada camera obscura. Pada masa itu lazimnya camera obscura hanya berlubang kecil), juga bahan kimia lainnya, tapi hasilnya tidak memuaskan. Setelah saling menyurati antara para penemu tadi, sekitar Agustus 1827, Niepee kemudian berjumpa dengan Louis Daguerre, pria Perancis dengan beragam ketetrampilan tapi dikenal sebagai pelukis. Mereka merencanakan kerjasama untuk menghasilkan foto melalui penggunaan kamera. Tapi sayangnya, kerjasama ini tidak dapat dilanjutkan karena Niepee meninggal pada tahun 1933.

Memasuki tahun 1839 pada 7 Januari, dengan bantuan seorang ilmuwan untuk memaparkan secara ilmiah, Daguerre mengumumkan hasil penelitiannya selama ini kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Hasil kerjanya yang berupa foto-foto yang permanen itu disebut Daguerretype, yang tak dapat diperbanyak / reprint /repro. Saat itu Daguerre telah memiliki foto studio komersil dan Daguerretype tertua yang masih ada hingga kini diciptakannya tahun 1837. Tak lama setelah itu pada 25 Januari, William Henry Fox Talbot, seorang ilmuwan Inggris, memaparkan hasil penemuannya (tepatnya tahun 1834) berupa proses fotografi moderen kepada Institut Kerajaan Inggris. Berbeda dengan Daguerre, ia menemukan sistem negatif-positif ( bahan dasar : perak nitrat, diatas kertas). Walau telah menggunakan kamera, sistem itu masih sederhana seperti apa yang sekarang kita istilahkan : Contactprint (print yang dibuat tanpa pembesaran / pengecilan) dan dapat diperbanyak. Talbot juga memperkenalkan Calotype, perbaikan dari sistem sebelumnya, juga menghasilkan negatif diatas kertas.

Pada sekitar Oktober 1847, Abel Niepee de St Victor, keponakan Niepee, memperkenalkan pengunaan kaca sebagai base negatif menggantikan kertas yang sering digunakan. Kemudian seorang ahli kimia Inggris, Robert Bingham, memperkenalkan penggunaan Collodion sebagai emulsi foto, yang saat itu cukup populer dengan sebutan WET-PLATE Fotografi. Setelah berbagai perkembangan dan penyempurnaan, penggunaan roll film mulai dikenal.
Memasuki Juni 1888, George Eastman, seorang Amerika, menciptakan revolusi fotografi dunia hasil penelitiannya sejak 1877. Ia menjual produk baru dengan merek KODAK berupa sebuah kamera box kecil dan ringan, yang telah berisi roll film (dengan bahan kimia Perak Bromida) untuk 100 exposure. Bila seluruh film digunakan, kamera (berisi film) dikirim ke perusahaan Eastman untuk diproses. Setelah itu kamera dikirimkan kembali dan telah berisi roll film yang baru. Berbeda denga kamera masa itu yang besar dan kurang praktis, produk baru tersebut memungkinkan siapa saja dapat memotret dengan leluasa. Hingga kini, perkembangan fotografi terus mengalami perkembangan dan berevolusi menjadi film-film digital yang mutakhir tanpa menggunakan roll film. Itulah perkembangan dunia fotografi hingga masuk era digital.
Tak ada yang ingin memastikan kapan berakhirnya fotografi. Namun, sebagai sebuah aktivitas berdasarkan kesenangan personal, fotografi akan tetap hadir dalam kehidupan kita. Menjadi medium klasik dalam produksi citraan yang penuh puitik dan melankolis. Di Indonesia sendiri, boleh dikata perkembangan fotografi sungguh sangat menggembirakan, tercatat nama-nama besar forografer seperti Darwis Triadi, Oscar Matulloh, dan lainnya yang telah meiliki taraf internasional. Nah, bagi anda yang hobby fotografi, untuk kawasan Makassar sendiri sudah banyak klub-klub fotografi yang bisa menjadi mediasi. Sebut saja UKM Fotografi di Unhas dan UKM Seni-fotografi di UNM. Yang pastinya, dunia fotografi akan selalu menantang.

(dari berbagai sumber)


Hemingway dan Fiesta


Berapa lama anda biasanya menghabiskan sebuah novel yang jumlah halamannya di atas 200? Satu minggu atau bahkan sebulan?
Bagi saya,seminggu menjadi waktu yang ideal untuk membaca sebuah novel yang; jumlah halamannya di atas 200 halaman, memiliki cerita yang menarik, dan sedang tidak sibuk!
Untuk karya Ernest Hemingway yang berjudul Fiesta, saya membutuhkan 10 hari. Dengan jumlah 457 halaman, karya pertama Hemingway ini terus terang tidak terlalu menarik buat saya. Entah,apakah penerjamahannya yang kurang baik karena saya percaya kalau karya perdana adalah sebuah masterpiece.
Karya yang dibuat pada 1926 ini diterjemahkan oleh Rahmani dan diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada Juli 2005. Alur ceritanyalah barangkali yang membuat saya agak bosan dan akhirnya memakan waktu 10 hari untuk membacanya. Padahal karya ini merupakan novel pertama yang melambungkan pria kelahiran Illinois pada 1899 dalam kesusastraan Amerika (menurut Library Journal).Semoga saja saya bisa membaca novel aslinya.
Novel ini terdiri atas 3 'buku'. Pada buku 1 menceritakan perjalanan Jake Barnes (yang menjadi tokoh Aku). Dalam buku yang terdiri 8 bab, Jake mulai memperkenalkan teman-teman Jake dengan beberapa konflik di dalamnya. Di sinilah rencana untuk menikmati Fiesta dirancang. Pada buku 2, pra perjalanan ke Fiesta hingga berakhirnya Fiesta diceritakan. Pada bagian yang terdiri dari 10 bab ini, konflik antara para tokoh semakin tajam. Beberapa tokoh baru juga mulai muncul. Dan pada buku 3 yang menyajikan satu bab, Ernest menyudahi konflik dengan cara menggantungnya.Dengan membiarkan pembaca menyambung alur ceritanya sendiri.Atau mungkin ada buku berikutnya yang tak dimuat dalam novel terjemahan ini?
Novel ini sebenarnya bercerita tentang percintaan yang kompleks.Sedikit eksistensialis -jika boleh kuhubungkan dengan tokoh eksistensialis,Simone de Beauvoir. Brett Ashley menjadi tokoh yang tidak mau terikat pada pernikahan. Walaupun Jacob Barnes menjadi tokoh Aku dalam novel ini, tetapi cerita lebih tersorot pada Lady Ashley. Ini terlihat karena hampir semua tokoh pria yang muncul, memiliki hubungan rasa dengan Brett. Sebut saja, Michael Campbell yang menjadi tunangan Brett. Mike menjadi lelaki yang kelihatan membebaskan Brett untuk berkencan dengan siapapun pria yang diinginkannya. Kebebasan ini menjadi tanda cinta Mike. Adapula Robert Cohn yang jatuh cinta setengah mati bahkan rela meninggalkan kekasihnya,Frances demi Brett. Muncul pula dua nama, Bill dan Count Mippipopolous yang muncul dengan perasaan dan interaksi hubungan yang sesaat.
Dan akhirnya muncullah nama Pedro Romero yang menghancurkan hati Mike dan Cohn.Brett begitu terpesona denga Pedro yang merupakan matador belia dalam perayaan Fiesta pada adu banteng. Tapi akhirnya, Pedro dan Brett tak bersatu.Brett menjadi sosok yang ingin mempertahankan cintanya tanpa berada dalam pola hubungan pernikahan.
Dalam novel semi autobiografis ini,Hemingway -yang memang merupakan penggemar fanatik adu banteng -dengan piawai merajut simbolisme pertarungan manusia-banteng ke dalam karakter dan kehidupan tokoh-tokoh tersebut. Di tengah pesta habis-habisan dan pertunjukan kematian nyaris setiap hari, mereka ditantang untuk mempertahankan makna perburuan kesenangan, perebutan cinta, dan apa yang sesungguhnya benar-benar berarti bagi mereka.
Selanjutnya, silahkan baca sendiri...^_^