Jumat, 29 Agustus 2008

Selamat Datang Bulan Penuh Berkah...

memasuki bulan suci ramadhan.....
mari kita bersama2 memantapkan diri, bersihkan hati dan pikiran.....
semoga ibadah dalam bulan ramadhan ini dapat kita jalankan secara kaffah.
maaf lahir batin.
-Fauziah Astrid-

Selasa, 19 Agustus 2008

Langkah Media dalam Titian Demokrasi di Indonesia

Ketika orang-orang telah menyadari bahwa waktu telah menggusarkan banyak keyakinan yang berlawanan, mereka mungkin jadi percaya, bahwa kebaikan tertinggi yang diinginkan bisa lebih baik diraih lewat pertukaran bebas ide-ide…”

AS Oliver Wendell Holmes-1919


Demokrasi menjadi ujung tombak sejarah baru di Indonesia dalam mempersepsikan kemerdekaan segala hak. Berlawanan dengan beberapa persepsi, suatu masyarakat demokratis yang sehat bukanlah sekedar gelanggang dimana individu-individu mengejar tujuan pribadi mereka sendiri.

Demokrasi tumbuh subur manakala ia dijaga oleh warga yang bersedia menggunakan kebebasan yang mereka capai dengan susah payah untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Mereka menambahkan suara mereka dalam perdebatan umum, memilih wakil-wakil yang dapat dimintai tanggung jawab atas tindakan mereka, dan menerima perlunya toleransi dan mufakat di muka umum.

Para warga demokrasi menikmati hak kebebasan individu, tapi mereka juga memikul tanggung jawab bersama-sama dengan orang lain untuk membentuk masa depan yang akan terus menjaga nilai-nilai mendasar kebebasan dan pemerintahan sendiri.

Demokrasi dalam ucapan Abraham Lincoln merupakan suatu pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbale balik, tetapi keduanya tidak sama.

Demokrasi sesunggunhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktek dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Pendeknya, demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan.

Menurut JW Johnson, agar sebuah masyarakat dianggap benar-benar demokratis, harus ada perlindungan dalam derajat tinggi untuk pengeluaran ide-ide dalam bentuk yang terpublikasikan, apakah mediumnya surat kabar, majalah, buku, pamphlet, film, televise, atau yang paling mutakhir, internet.

Pengalaman Amerika sepanjang periode dua abad menawarkan contoh gambling dari upaya sebuah Negara meletakkan aturan-aturan dasar untuk pengeluaran pendapat. Pengalaman-pengalaman ini, menurut Johnson menjadi unik untuk budaya dan sejarah Amerika Serikat, namun prinsip-prinsip umum yang mereka uraikan punya aplikasi luas dalam masyarakat demokratis lain.

Berbicara konsep demokrasi, Amerika selalu menjadi rujukan ideal dalam pelaksanaannya. Lalu, bagaimana konsep demokrasi di Indonesia? Peran media ternyata tak bisa lepas dari pelaksanaan demokrasi kita selama ini. Apalagi, sentuhan demokrasi yang belum merata, membuat media dituntut untuk lebih giat lagi menghadirkan dirinya di hadapan masyarakat. Sejauh ini, media hadir dalam ranah penjaringan opini publik (agenda publik dan agenda media). Lalu dengan hadirnya agenda publik, apakah sudah cukup menjadi alat keterwakilan masyarakat dalam pengambilan keputusan?


Politik, Demokrasi dan Media

Demokrasi, menurut Jay Rosen, haruslah mensyaratkan suatu pers yang bebas dan ekspresi yang bebas. Gambarannya adalah, pemerintah tidak dapat mengontrol apa yang ditulis atau disiarkan, dan ia tidak dapat menjebloskan orang ke dalam penjara karena pandangannya. Tanda yang paling jelas dari suatu rezim yang tidak demokratis adalah pelanggaran akan hal-hal fundamental ini.

Rosen melanjutkan, jika gagasan-gagasan mengalir secara bebas tetapi tidak menyentuh kehidupan rakyat, jika pers independent dari pemerintah tetapi dipenuhi oleh hal-hal sepele, jika lapangan public terbuka tetapi juga kosong, maka demokrasi dapat tergerus sebagaimana tentunya ia akan runtuh ketika hak-hak fundamental dilarang.

Jika telah memasuki ranah demokrasi di Indonesia, maka model demokrasi Amerika yang ditegaskan Rosen bukanlah bagian dari apa yang kita jalani sekarang. Demokrasi di Indonesia cenderung terbatasi oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah. Pers bebas bertanggung jawab menjadi warna demokrasi yang wajib dijalankan media di seluruh Indonesia.

Berbicara perkembangan politik dan proses demokrasi di Indonesia, tampaknya tak bisa lepas dari peran opini publik sebagai satu cara pengukuhan demokrasi. Jurgen Habermas sendiri pun mengakui bahwa opini public menjadi wakil dari semua realitas yang ada dalam kehidupan sosial. Bahkan menyangkut peran media dalam proses demokrasi, Habermas malah memberikan lima fungsi dari media komunikasi yang dianggapnya ideal dalam masyarakat demokrasi. Yaitu;

  1. fungsi informasi

  2. fungsi pendidikan

  3. fungsi pengaktualisasian individu atau kelompok

  4. fungsi watchdog

  5. fungsi advokasi

Dari kelima fungsi yang diutarakan Habermas, menurut Houser, ternyata ada beberapa hal yang kemudian wajib dipatuhi pemerintah sebagai upaya pengenalan demokrasi. Pertama, lingkungan politik harus diterima oleh semua warga. Kedua, harus ada akses informasi. Ketiga, jaminan seseorang yang berpengaruh terhadap perpindahan informasi. Keempat, ada jaminan institusional (lingkungan publik).

Jika pers nasional, hendak diposisikan sebagai agent of reform, maka lembaga masyaraakt ini pantas pula memiliki kedudukan sebagai kekuasaan keempat (the fourth estate). Artinya, kedudukan pers sejajar dengan lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif.

Boutros Boutros Ghali menganggap bahwa media saat ini sama pentingnya dengan cabang-cabang pemerintahan, dan memiliki dampak langsung pada setiap cabang-cabang tersebut: eksekutif, legislatif, dan bahkan yudikatif.

Untuk memiliki hak demikian, menurut A. Muis, pers mesti memiliki hak atau privelese tertentu, yaitu hak kritik, hak kontrol, dan hak koreksi. Juga, hak khusus bersyarat (qualified privilege) yang memungkinkan pers bersifat transparan dalam pemberitaannya. Misalnya, memebritakan secara detail perdebatan sengit dan kejadian lain dalam persidangan pengadilan, lembaga legislatif dan eksekutif.

Hak lain adalah hak untuk melaksanakan jurnalistik partisipasi. Misalnya, melibatkan pikiran dan perasaan sepenuhnya dalam suatu kejadian yang akan diberitakan (yang mempunyai nilai berita) dan atau menggabungkan teknik jurnalistik investigasi dengan teknik jurnalistik interpretasi. Dengan cara itu, pers bisa menjadi penjaga, pemantau, dan pengontrol terhadap jalannya pemerintahan atau mendorong terciptanya peemrintahan yang baik, yang bersih (good governance), dan pelaksanaan demokrasi.

Konsep kekuasaan keempat, menurut A.Muis, tak berarti lembaga itu harus “beroposisi” terhadap pemerintah atau “melawan pemerintah”. Namun, kurang lebih sama dengan kedudukan dan peranan parlemen. Kedudukan pers lebih ditekankan pada sifat independensi dan atau kebebasan menyebarkan informasi dan pendapat tanpa rintangan dari pemerintah. Pers hanya bertanggung jawab yuridis yang dilaksanakan pemerintah, dan juga bertanggung jawab etika yang dilaksanakan oleh organisasi pers.

Colin Seymour Ure menempatkan televisi sebagai bagian integral dalam Negara, dimana kehidupan politik mengambil tempat. Pertanyaannya kemudian, untuk apa dan bagaimana media tampil dalam hubungannya dengan teori demokrasi liberal. Jawabannya, adalah dengan menguji bagaimana struktur demokrasi dan lingkungan media di sekitarnya.

Kesimpulan sementara, media memiliki peran ganda dalam hal pelaksanaan demokrasi. Pertama, media massa mengemban fungsi reporting. Maksudnya adalah media massa berperan sebagai media penyajian kegiatan-kegiatan dan tindakan politik yang penting dalam bentuk gambar dan komentar. Kedua, media massa berfungsi sebagai poll-takers (pengumpul pendapat). Maksudnya adalah media massa berfungsi sebagai media dalam menyampaikan tanggapan-tanggapan publik terhadap suatu persoalan. Fungsi poll takers ini kadang-kadang diwujudkan secara formal melalui laporan tentang polling pendapat yang ilmiah, tapi umumnya melalui alasan-alasan informal tentang kecenderungan-kecenderungan reaksi publik.

Ada beberapa hal menyangkut demokrasi dan media yang patut menjadi bahan renungan. Pertama, adanya kegagalan dalam pendidikan politik mengakibatkan masyarakat kurang memahami proses demokrasi. Kedua, tidak adanya pilihan, dalam artian karena masyarakat kurang memahami prosesnya, maka masyarakat menjadi tidak memiliki pilihan yang lebih baik dari apa yang disuguhkan media dan pemerintah. Ketiga, adanya masalah dalam hal kapitalisme media dan kekuasaan. Keempat, izin yang berlebihan terkadang membuat media kebablasan dan tidak bisa mengukur dirinya sejauh mana keterlibatan mereka dalam proses demokrasi. Kelima, tidak jelasnya batasan obyektivitas media.

untuk 16 agustus ku

Sepertinya tak ada yang istimewa lagi pada tanggal ini. Selain memaknainya sebagai sesuatu perpindahan usia, yang lain hanyalah melengkapi kesenangan hari ini.
Tiap tahun, aku berharap pada tanggal dimana usiaku semakin bertambah, Tuhan bisa lebih sayang padaku, lebih memperhatikanku, lebih menjagaku. Tak mungkin sesempurna Nabi atau wali. Aku ingin, Tuhan menjaga dan mengawasiku dari hal-hal yang membuatku jauh padanya.