Kamis, 05 November 2009

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab V merupakan bagian terakhir atau bagian penutup dari penulisan. Dalam bab ini akan diuraikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian sekaligus pula akan diungkapkan saran –saran yang dapat dijadikan rujukan bersama dalam memahami persoalan dalam penelitian.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Kelima media online di tiap negara Asean dalam memberikan informasi berbeda tiap porsinya. Secara umum, baik dari jenis informasi, jumlah halaman, waktu penerbitan, angle, dan penulis informasi, masih didominasi oleh media online Indonesia, yaitu The Jakarta Post (TJP) dan porsi informasi terkait masalah human trafficking lebih sedikit diberikan oleh media online dari Filipina, yaitu MST. Tapi, hal ini tidak menjadi kesimpulan secara mutlak karena terdapat beberapa pengkhususan. Misalnya saja, walaupun Malaysia (NST) lumayan banyak jumlah informasinya, tetapi rata –rata informasinya berasal dari luar Malaysia. Untuk MST dan NM walaupun menempati posisi jumlah informasi kelima dan kedua, tetapi mereka lebih banyak fokus pada masalah buruh, pengungsi, tenaga kerja dan migran. Masalah tenaga kerja ini memang lebih banyak dihadapi oleh Filipina dan Thailand.
2. Perhatian media online kelima negara Asean ini menggunakan indikator analisis yaitu :jenis berita straight, feature, opini, tajuk rencana, dan surat dari pembaca, bagaimana sumber berita yang ditampilkan, bagaimana keberimbangan berita (cek dan ricek, jenis fakta, cover both side, serta, pencampuran fakta dan opini informasi tersebut), tema berita apakah umum atau tidak, isu yang ada dalam satu berita menyangkut politik, kesehatan, pendidikan, agama, lingkungan, hubungan sosial masyarakat, ekonomi, pembangunan, keamanan, etnis/ suku/ kekerabatan, budaya, pemerintahan, atau isu yang lain, dan menyangkut bentuk-bentuk human trafficking yaitu, kerja paksa seks dan eksploitasi seks, pembantu rumah tangga, kerja migran, penari/penghibur/pertukaran budaya, pengantin pesanan, buruh/pekerja anak, penjualan bayi, ataukah menyebutkan human trafficking secara umum artinya tidak menyentuh secara khusus. Dari indikator ini, TJP masih lebih besar perhatiannya dalam memberikan informasi tentang human trafficking ketimbang empat media online lainnya. Bahkan media MST, VNA, dan NM cenderung memberikan perhatian yang sedikit. Alasannya karena pemberitaan mereka lebih condong kepada keberhasilan pemerintah mereka dalam upaya meminimalisir human trafficking. Tidak pada sisi korban human traffickingnya.
3. Peranan media online terhadap masalah human trafficking pun semakin diperjelas dengan menggunakan tolak ukur porsi dan perhatian media online terhadap masalah human trafficking. Hanya TJP yang betul –betul menjalankan peranannya sebagai agen perubahan dan social of control. TJP memberikan batasan yang seimbang antara pemerintah dan masyarakat dalam hal ini pembaca atau korban trafficking. Sedangkan pada empat media lainnya, peranannya masih lebih berat kepada bagaimana mengangkat pemerintah. Walaupun ada beberapa item informasi yang juga memprotes kebijakan dan tingkah laku pemerintah terhadap masalah human trafficking ini. Ini jelas pula berbeda karena dari kelima media online ini, mereka menganut sistem pers yang berbeda.
4. Menggunakan teori agenda setting media, hanya TJP yang bisa mengusung agenda atau kepentingan masyarakat dan pemerintah dalam hal human trafficking. Keempat negara lainnya, yaitu Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam masih berat pada agenda setting pemerintah.
5. Secara keseluruhan, kasus human trafficking di tiap negara menjadi berbeda karena dipengaruhi oleh ideologi, sistem pemerintahan, dan sistem pers yang ada. Indonesia dalam hal ini The Jakarta Post memiliki ideologi pers yang bertanggungjawab kepada masyarakat dan pemerintah. Tidak hanya mengangkat kepentingan pemerintah semata tetapi memperhatikan pula kebutuhan masyarakat dan masalah –masalah sosial masyarakat lainnya.

B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengemukakan saran yang juga bisa menjadi bahan masukan bagi para jurnalis, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam melakukan pemberitaan human trafficking, hendaknya media memberikan porsi yang lebih besar. Tidak hanya sekedar mengangkat kasus atau berita seremonial belaka, tetapi media hendaknya berusaha membuat isu sebagai bahan kritikan atas kebijakan pemerintah terhadap masalah ini.
2. Perhatian media tidak hanya tertuju pada satu kasus dan kemudian hanya satu kali memberitakannya. Tetapi, secara kontinue dan berusaha melakukan investigasi, agar akar permasalahan dapat diketahui.
3. Media turut serta membekali para jurnalisnya seara khusus untuk melakukan liputan tentang human trafficking. Karena pengkajian ini masuk dalam wacana jurnalisme empati.
4. Kita belum mampu mengubah sistem pers secara global. Apalagi tiap negara memiliki sistem pemerintahan yang sangat mengikat terhadap sub sistem yang lain. Untuk itu, tiap media berupaya memaksimalkan dirinya dan sumber daya manusianya agar berita atau informasi seputar human trafficking dapat dicover secara obyektif, berimbang, dan mendalam. Media juga harus mampu mengusung agenda setting secara berimbang. Sebisa mungkin mengutamakan kepentingan masyarakat.
5. Tiap media hendaknya bisa betul –betul menjalankan fungsinya sebagai agen of social control, jadi mampu mengawasi kinerja pemerintah dalam hal memberantas perdagangan manusia khususnya tenaga kerja yang berasal dari Indonesia.

Tidak ada komentar: